Senin, 12 Maret 2012

Kepemimpinan Mahasiswa


Penasihat manajemen Dale Carnegie dalam bukunya yang berjudul The Leader in You menuliskan bahwa “Ada kepemimpinan di dalam setiap diri Anda” . Mengingatkan kita bahwa dalam Alkitabpun ditulis manusia diciptakan untuk memimpin alam semesta. Jadi sebenarnya kepemimpinan itu melekat dalam jiwa secara lahiriah.
§   Perspektif kepemimpinan mahasiswa secara personal dan kolektif.
Kepemimpinan seringkali didefenisikan sebagai bagian dari seni (art) untuk mempengaruhi, mengatur seluruh anggota suatu organisasi dalam pencapaian  suatu tujuan. Kepemimpinan secara personal di sini diartikan sebagai suatu seni untuk mengatur kepribadian secara perorang (kompetensi  dan intergritas) dalam usaha mencapai kesuksesan dan keberhasilan hidup semata. Secara kolektif kepemimpinan dimaknai sebagai suatu seni untuk memimpin,menjadi katalisator serta menjadi penggerak dinamika orang banyak entah dalam ruang lingkup suatu organisasi ataupun dalam lingkup lingkungan yang bebas tanpa kerterikatan apapun dan tujuan yang dicapai adalah bagaimana mengakomodir kepentingan umum (commune bonum). Dalam konteks kepemimpinan mahasiswa secara personal sebenarnya bukan seni tatapi lebih pada leadership wisdom (di mana dalam pencapaiannya dengan pembelajaran yang melintasi waktu dan dilaksanakan secara disiplin) dalam membentuk kemampuan baik secara akademis maupun nonakademis serta proses penemuan jati diri (integritas diri) dalam cakupan tujuan secara perorang. Demikian pula dengan kepemimpinan mahasiswa secara kolektif namun kepemimpinan mahasiswa secara kolektif ruang lingkupnya secara public entah dalam tataran intrakampus maupun ekstra kampus dan sebenarnya bertujuan untuk mengaktualisasikan diri serta mendapatkan pengakuan dari banyak orang mengenai eksistensinya.
§   Kepemimpinan mahasiswa dalam kaitan dengan konstelasi eksistensi mahasiswa pada masa kini.
Kita coba melihat kembali hakikat kepemimpinan mahasiswa sebagai leader wisdom yang di mana dalam pencapainnya butuh waktu, butuh proses penjenjangan, butuh konsistensi, kedisplinan serta kerja keras secara intensif guna menjadi manusia seutuhnya. Dalam menginterpretasikan serta aplikasinya (action) dalam keseharian perlu adanya SIKAP CERDAS DALAM MEMILAH serta CERDIK DALAM MEMILIH. Hal apa yang mendasari penulis lebih memberi aksentuasi pada sikap cerdas dan cerdik. Yang pertama ;berhubungan dengan persepsi. Pemahaman dan pandangan masing-masing pribadi tentu berbeda-beda. Perbedaan ini akan berdampak pada sikap serta perilaku  secara nyata ditampilkan dan menjadi salah  satu indicator yang bisa diukur. Sederhananya bila dipahami sebagai hal yang positif tentu aksinyapun menggambarkan pemahamannya sebaliknya bila dipahami sebagai wahana untuk hal-hal negative tentunya punya misi-misi tertentu yang bisa merongrong dan mendegradasi nilai-nilai normative yang ada. Saya kira pemikiran secara positif jarang sekali ditemukan dalam kehidupan kita malah yang mendominasi adalah pemahaman negative.Ini suatu kenyataan entah kita sadari  atau tidak di FKM tercintapun banyak sekali misi-misi khusus semacam jihad yang secara gerlya dijalankan padahal jelas-jelas menyimpang tetapi dibenarkan secara parsial dan herannya dipaksakan untuk mengamininya secara komunal.Hal ini membuktikan dangkalnya pemahaman serta sikap serakah akan kekuasaan dan jabatan. Ironisnya, ketika kita telusuri lebih jauh ke dalam, yang didapatkan adalah perbandingan kuantitasnya lebih memadai ketimbang kualitas. Sungguh menjadi pukulan berat bagi kita yang menamakan diri sebagai mahasiswa FKM. Tak dapat dipungkiri bahwa fenomena inipun terjadi di mana-mana entah dalam organiasi sosial kemasyrakatan, kepemudaan, keagamaan dan lain sebagainya.Yang kedua ;  proses belajar merupakan usaha dari yang tidak tahu menjadi tahu. Dalam proses belajar ada tipe orang yang mampu belajar sendiri (autodidac) dan ada tipe orang yang harus diarahkan terlebih dahulu. Kita coba membahas tipe orang dalam proses belajar yang diarahkan terlebih dahulu. Tipe orang semacam ini butuh figure yang bisa mengarahkan, mendoktrin, mengintergralkan serta mentransformasi hakikat kepemimpinan, gaya kepemimpinan dan segala proses penjenjangan kepemimpinan. Kita mencoba menengok keluar melihat kenyataan yang ada di sekitar kita. Ironisnya figure yang dipercayakan untuk menjalankan proses kaderisasi malah salah kaprah apa ini entah disengajakan atau memang tidak tahu sama sekali. Banyak sekali terjadi penyimpangan, penyalahgunaan proses belajar. Proses doktrinasi yang menciptakan kader fanatic (egoistis) bukan sikap universal, menciptakan kader radikal bukan moderat, menciptakan kader siap tempur seolah-olah kita diperhadapkan dengan situasi perang besar dan konyolnya lagi senjata yang digunakan adalah senjata klasik (otot) ketimbang senjata modern (otak). Mereka lebih mengedepankan sisi kognitifnya yaitu focus terhadap proses belajar tanpa memikirkan hasil yang longitudinal ke depan. Tidak heran outputnya lebih mengarahkan pada hal-hal yang pragamatis saja tanpa memperhatikan idealisme yang sebenarnya harga mati seorang mahsiswa. Di manakah rasional kita? Lagi-lagi fenomena ini terjadi di kampus kita yang kita bangga-banggakan ini.
Marilah kita untuk lebih jeli, lebih dewasa dalam menghadapi segala bentuk dinamika, segala bentuk fenomena yang terjadi di sekitar ataupun kita sendiri yang mengalaminya sehingga bisa membawa kita pada kematangan secara emosional  didukung dengan kematangan secara intelektual dan spiritual yang kemudian menjadikan manusia seutuhnya.Jadilah manusia seutuhnya. Tanamkanlah didalam setiap relung hati yang terdalam bahwa kepemimpinan bukanlah sebuah kekuasaan melainkan sebuah tugas, tanggungjawab dan pengorbanan” Jangan pernah kecewa dengan dunia yang hari ini tidak mengenal anda, tapi kecewalah pada diri anda yang hari ini tidak mengenal dunia”. Menjadi pemimpin bukan dilayani tapi melayani. Teriring salam GIGAT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar