Senin, 12 Maret 2012

Maria Sumber Kepemimpinan Partisipatif

“ Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu,.” (Lukas 1 : 38 )

Ada sepenggal ungkapan klasik berbunyi “ tidak penting untuk menjadi apa yang penting dapat beruat amal bagi sesama “. Bidikan ungkapan ini menyingkapkan kebenaran dan kemuliaan arti sebuah pelayanan serentak memperlihatkan wajah gelap dari sebuah nama besar. Pelayanan dan nama besar memeang dekat dengan kiprah kinerja seorang pemimpin. Namun, persoalan kita sekarang adalah antara hal pelayanan dan nama besar, manakah yang mendapat prioritas bagi seorang pemimpin? Dalam arti tertentu kita semua adalah pemimpin bagi diri kita sendiri. Sebagai pemimpin, kita terlibat dalam berbagai kegiatan, baik dalam sekala besar maupun keci. Dalam skala kecil kita menjadi pemimpin – pemimpin yang selalu aktiv dalam berbagai kegiatan/aktivitas individual, sedangkan dalam sekala besar kita tengah menjadi pemimpin minimal telah mau untuk memobilisasi dalam bersosialisasi dengan sesam pada suatu kegiatan institusi / organisasi tertentu. Oleh karena di dalam kegiatan seperti itulah motivasi kita sebenarnya teruji. Ledership is action not posision, ungkapan ini pula  yang dikatakan oleh Donald H. Ganon sebenarnya menjadi dasar bagi berbagai pemimpin di muka bumi ini dalam mengemban tugas suci yang tengah diamanatkan kepadanya. Menjadi pemimpin bukanlah karunia yang diperoleh dengan tiba-tiba, ataupun karena kemampuan pribadi, tetapi lebih dari itu adala wujud dari puncak kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan oleh orang – orang di sekitarnya. Kepemimpinan adalah aksi bukan posisi.

Kepemimpinan
Menjadi pemimpin bukan kepala. Seorang pemimpin boleh menjadi kepala tetapi seorang kepala belumlah menyiratkan  garansi sebagai seorang pemimpin.
Pengertian kepemimpinan banyak sekali ahli yang tengah memberikaan telaan teoritisnya. Gibson dkk mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaaan untuk memotivasi orang – orang untuk mencapai tujuan teretentu (mengutamakan pengaruh dan komunikasi). Sedangkan James J. Cribin mengartikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk memperoleh consensus dan keikatan sasaranbersama yang ingin dicapai. Dengan demikian kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang agar bekerjasama  menuju kepada suatu tujuan tertentu yang diinginkan bersama. “Adanya orang yang memengaruhi, dan orang yang dipengaruhi, adanya komunikasi, adanya tujuan bersama”
Relitanya dewasa ini, dalam suatu organisasi baik apapun itu profit dan nonprofit, kepemimpinan menjadi kunci sukses dalam mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan adalah semangat sebagai katalisator yang mampu meningkatkan lajunya organisasi, semangat sebagai integrator yang menyatukan berbagai komponen dalam organisasi, semangat sebagai pendidik di mana saja berada, dan semangat sebagai bagai bapak yang tidak semata – mata menjadi atasan tetapi menjadi pengayom dan pelindung yang menyejukan.

Kepemimpinan Partisipatif
Menjadi pemimpin bukanlah hal yang mudah bak membalikan telapak tangan, tetapi butuh banyak pengorbanan dan perjuangan. Sejauh ini telah banyak bukti nyata adanya kehadiran sosok pemimpin yang tidak mampu untuk memberi pelayanan yang baik bagi anggotanya. Dengan mengangkat organisasi pemerintahan, swasta, masyarakat, maupun organisasi kemahasiswaan (ORMAWA) sebagai objek kajian makin terasa adanya peningkatan keluhan yang diberikan oleh anggotanya dari hari ke hari. Banyak sudah organisasi yang hancur dan menjadi tercerai berai karena pemimpin yang semau gue dan tidak memiliki komitmen (pendirian, tindakan, yang dipakai sebagai panutan yang utama/prinsip) sebagai pelayan dan bertanggung jawab dalam setiap kiprah kepemimpinannya. Yang menjadi persoalannya juga adalah, di satu sisi kita sangat mendambakan sosok pemimpin yang melayani karena kebutuhan anggotanya, namun di sisi lain dijumpai pula adanya proses rekruitmen yang melahirkan pemimpin-pemimpin premature hasil ejakulasi dini gagal prosedur. Oleh karena itu, masalah dan kericuhan sebenarnya adalah timbul karena kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kesenjangan antara hasrat masyarakat / anggota dalam suatu organisasi untuk memperoleh pemimpin yang baik dan ketiadaan mekanisme pemilihan yang layak, sehat, dan baku diterima oleh semua pihak. Alhasil, muncul pula berbagai aksi untuk menggagalkan segala kebijakan pemimpin baik intern maupun ekstern karena tidak menahkodai kepentingan bersama. Oleh karenanya, kepemimpinan partisipatif sangat diperlukan untuk menjawabi fenomena ini. Dibutuhkan pemimpin pemimpin yang mau menjadi pelayan, mau melibatkan partisipasi aktif anggota dalam setiap kebijakannya, mau dan peka pada setiap keinginan anggotanya.

Maria Teladan Kepemimpinan Partisipatif
Tentang pemimpin, baiklah kita merenungi kisah penginjil markus berikut ini. Konon dikisahkan bahwa murid – murid Yesus pernah bertengkar , mempersoalkan siapa yang terbesar dan terkemuka di antara mereka. Pertengkaran ini,tidak membuahkan hasil dan akhirnya Yesus memprihatinkan keributan mereka dengan sepenggal kata – kata bijak : ‘ siapa yang hendak menjadi terbesar – terkemuka, harus menjadi pelayan’. Di sini Yesus mengaskan bahwa setiap anak manusia dengan sendirinya akan terkemuka menjadi seorang pemimpin, karena pelayanan tanpa pamrih yang diberikan kepada sesama .
Dari kisah tersebut di atas, merupakan cirri utama kepemimpinan partisipatif. Memimpin untuk melayani. Jiwa kepemimpinan seperti ini, juga tengah diteladankan oleh Maria Bunda Kita dalam setiap kehidupannya saat mengemban tugas suci sebagai bunda Yesus, Bunda segala Bangsa.

“ Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu,.” (Lukas 1 : 38 )
Sepenggal kutipan kalimat di atas adalah bentuk penyerahan total Bunda Maria untuk menjadi pelayan sejati, pelayan bagi dunia lewat Yesus yang akan dikandungnya. Bunda Maria tengah merelakan dirinya menjadi pelayan bagi Allah untuk turut mengambil bagian dalam tugas perutusanNya. Selanjutnya dalm perjalananNya, Bunda Maria senantiasa dengan setia menenmani dan mengikuti Yesus Kristus puteraNya hinga pada akhir pengorbananNya di kayu salib, Maria pun deengan penuh kesetiaan menantiNya di bawah kayu Salib. Oleh karena itu, Bunda Maria adalah sosok yang memberikan teledan bagi kepemimpinan partisipatif, karena Bunda Maria Maria sederhana, Bunda Maria setia, Bunda Maria mau mendengar, Bunda Maria penyabar, Bunda Maria tulus hati, Bunda Maria penuh sukacita, Bunda Maria pedamping dalam cobaan, Bunda Maria Ibu Tuhan, Bunda Maria pendoa, Bunda Maria penuh teladan, Bunda Maria murah hati, dan Bunda Maria pendidik utama.
Menjadi pemimpin haruslah berjiwa sederhana bukan malah berjuang untuk luput dari kesederhanaan. Menjadi pemimpin harus seti pada janji dan sumpah untuk melaksanakan setiap tugas dan tanggung jawab yang diemban. Menjadi pemimpin harus mau mendengarkan kebutuhan/suara anggotanya. Menjadi pemimpin juga harus sabar menghadapi segala dinamika yang terjadi pada organisasi. Menjadi pemimpin harus tulus hati melayani. Menjadi pemimpin harus penuh sukacita pelayanan. Menjadi pemimpin harus selalu mendampingi anggota dalam suka dan duka. Menjadi pemimpin menampilkan sosok bapak yang mengayomi bagi anggotanya. Menjadi pemimpin harus selalu sejalan antara berdoa dan bekerja. Menjadi pemimpin harus memberikan teladan dalam setiap aktivitasnya. Menjadi pemimpin juga harus murah hati dan menjadi pendidik bagi anggotanya.
Menjadi pemimpin dewasa ini, sejatinya adalah menjadi pemimpin partisipatif yang sejatinya pula meneladani sosok kehidupan Bunda Maria. Saya, kamu, kita, dan kalian, adalah sosok pemimpin-pemimpin sebagaimana yang telah dipersiapkan olehNya dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, jadilah pemimpin yang partisipatif bagi dirimu dan dalam setiap tugas dan tanggung jawab yang diemban… GIGATT…!!!!!!

 Maria Protegente

Tidak ada komentar:

Posting Komentar